Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Featured Posts

Sabtu, 02 Juni 2012

PANDANGAN MEREKA YANG BERIMAN SEMPURNA TERHADAP KEMATIAN


Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.  Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu.  Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sesungguhnya ia telah beruntung.  Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.  (QS Al-Imran, 3: 185)

   Kematian akan menjemput setiap manusia yang ada dunia ini pada waktu yang telah ditetapkan sesuai dengan ayat, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.  Kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan.”  (QS Al-Ankabut, 29: 57)  Tidak sesuatu pun yang dimiliki manusia, tidak harta, uang, kedudukan, ketenaran, kemegahan, maupun rupa yang elok dapat menolak kematian.  Kematian adalah hukum Allah; tidak seorang pun dapat lari dari kenyataan mutlak dan tak tercegah ini.  Sebagaimana ayat, “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh..”  (QS Al-Nisa, 4: 78) mengingatkan kita bahwa tak pernah ada seorang pun yang berhasil melarikan diri dari kematian.
   Kenyataan ini adalah perkara yang mereka yang beriman sempurna menggapai pemahaman akbar tentangnya.  Sekali mengerti kepastian dan kedekatan kematian, mereka mengerti mereka perlu bersiap demi kehidupan setelah kematian.  Menakuti kematian segera yang bisa menjemput sebelum sempat meraih kemuliaan akhlak yang diminta Allah dari para hambaNya dan memperoleh ridaNya, mereka memeluk agama Allah dengan ketulusan dan gairah yang besar.  Mereka tidak memboroskan waktu dalam mendekatkan diri kepada Allah dan mendapat ridaNya, sebab mereka menyadari mereka dapat menemui kematian kapan saja.  Doa mereka yang beriman sempurna dalam Qur'an adalah sebagai berikut:

"… Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepadaMu).”  (QS Al-A’raf, 7: 126)

“… Pencipta langit dan bumi.  Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat.  Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.”  (QS Yusuf, 12: 101)

   Mereka yang beriman sempurna menerima kematian dengan kepasrahan penuh, sebab itulah hukum Allah.  Di atas segalanya, mereka memandangnya sebagai gerbang lewat mana mereka mencapai surga.  Sementara itu, mereka tidak pernah melupakan bahwa mereka harus berjuang keras untuk menghindari hukuman neraka dan memperoleh rida Allah.  Mukmin terus-menerus merasakan ketakutan dan harapan hingga menemui kematian.  Mereka mengharapkan surga karena beriman.  Sama seperti itu, mereka menakuti neraka karena tidak pernah mendapati diri bisa berdiri sendiri.  Ketakutan mereka atas pembalasan jahat, perilaku baik yang mereka perlihatkan dan ganjaran baik yang mereka peroleh dikatakan dalam Qur'an sebagai berikut:
   (Yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian, dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk, dan orang-orang yang sabar karena mencari keridaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik),  (yaitu) surga adnin, yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isteri dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, (sambil mengucapkan): "Salamun`alaikum bima shabartum".  Alangkah baiknya tempat kesudahan itu.  (QS Al-Rad, 13: 20-24)

Jumat, 06 Januari 2012

PANDANGAN MEREKA YANG BERIMAN SEMPURNA TERHADAP KEHIDUPAN DUNIA INI




“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan sendau gurau dan main-main.  Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.”  (QS Al-Ankabut, 29: 64)

Allah telah menciptakan dunia ini sebagai persinggahan sementara untuk menempatkan manusia dalam cobaan, menyucikannya dari dosa-dosanya, membuatnya mencapai jiwa yang bernilai surga, dan menyingkap kejahatan kafirin… Akan tetapi, sangat sedikit manusia merenungi dan meresapi kebenaran ini: itulah mereka yang beriman sempurna.
Pandangan terhadap kehidupan seorang mukmin yang telah meraih keimanan sempurna didasarkan pada kenyataan yang sangat penting ini yang ditekankan dalam Qur'an.  Tidak seperti kafirin, orang seperti dia tidak merasa terikat pada kehidupan di dunia ini.  Sebaliknya, ia berjuang bagi kehidupan di hari kemudian.  Sadar bahwa ia diciptakan “hanya untuk menyembah Allah,” ia mengingat ayat, “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu.”  (QS Al-Dzariat, 51; 56)
   Sebagaimana disebutkan di muka, menyembah Allah tidaklah terbatas pada menaati sejumlah bentuk pemujaan seperti bershalat wajib atau berpuasa.  Sebaliknya, menjadi hamba Allah mencakup sepenuh kehidupan seseorang.  Mukmin beriman sempurna adalah seseorang yang dapat diartikan sebagai menghabiskan seluruh hidupnya melayani Allah.  Ia hidup hanya untuk Allah, bekerja hanya demi Allah, dan mengabdikan seluruh daya-upayanya demi tujuan Allah.  Ia benar-benar menyadari bahwa dunia ini bukan sesuatu melainkan tempat cobaan.  Dalam Qur'an, Allah menarik perhatian pada hal ini:  “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setitik mani yang bercampur, lalu Kami uji dia; maka Kami jadikanlah ia mendengar, lagi melihat.”  (QS Al-Insan, 76: 2) Allah, lebih jauh, menarik perhatian ke sifat menipu dunia ini dan memperingatkan manusia:  Hai manusia!  Sesungguhnya janji Allah adalah benar.  Maka, sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdaya kamu dan sekali-kali janganlah orang yang pandai menipu memperdayakan kamu tentang Allah.  (QS Al-Fathir, 35: 5)
   Mereka yang beriman sempurna adalah mereka yang tidak tertipu oleh keindahan kehidupan di dunia ini, betapa pun memikatnya semua itu terlihat.  Hal ini karena Kitab Allah telah menunjuki mereka wajah sejati kehidupan di dunia ini.  Sebagaimana dikatakan Qur'an, kehidupan dunia ini adalah “permainan”, “senda gurau”, “pawai meriah”, “canda di antara manusia”, dan “perlombaan menumpuk harta dan anak-anak”.  Perumpamaan setara berikut dalam Qur'an memperjelas sifat dunia ini:

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu, serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu kering dan kamu melihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur.  Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaanNya.  Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.  (QS Al-Hadid, 57: 20)

   Sebagaimana diungkapkan contoh ini, tak sesuatu pun di dunia akan menahan pengaruh merusak waktu; tidak rumah-rumah yang megah, mobil yang mengkilap, pemandangan yang memukau, maupun orang muda dengan karir cemerlang dapat menyelamatkan diri sendiri..  Semua yang baru melayu, yang muda menua.  Waktu menghancurkan benda-benda yang paling berharga dan membuat semuanya kehilangan pesona.  Saat-saat yang paling berkesan lewat dengan cepat dan menjadi sejarah.  Setelah beberapa saat, semua yang baik menjadi kenang-kenangan yang kabur.  Dalam satu ayat, Allah memberitahu kita tentang nafsu yang membuat manusia terikat kepada dunia ini:

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.  Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah tempat kembali yang baik (surga).  (QS Al-Imran, 3: 14)

Sifat umum nikmat-nikmat dunia yang ditekankan dalam ayat di atas adalah kefanaan dan keterbatasannya.  Karena alasan inilah, tidak sesuatu pun ada di dunia ini yang manusia dapat berserakah mengikat diri kepadanya.  Tidak rupa fisik manusia, yang cuma tulang dan daging, tidak pula benda-benda lahiriah, yang semuanya rentan dan akhirnya lapuk, membolehkan manusia mengikat diri ke dunia.  Nikmat-nikmat yang kita lihat di sekeliling kita tidak lebih dari salinan tak sempurna nikmat-nikmat di surga dan diciptakan dengan maksud sebagai peringatan akan hari kemudian. 
   Mereka yang beriman sempurna yang telah meresapi kenyataan penting ini menerima manfaat terbaik yang mungkin di dunia ini.  Namun, ada satu perbedaan pokok antara mereka dan orang-orang yang terbuai oleh dunia ini; mereka tidak merasa rakus akan nikmat-nikmat ini.  Sebaliknya, mereka merasa bersyukur kepada Allah atas apa yang Dia karuniakan kepada mereka, sebab mereka mengetahui bahwa pemilik sejati semua benda di bumi adalah Allah.
   Mereka yang mengira memiliki harta, kecantikan, atau kekuasaan sesungguhnya memperdaya diri sendiri, karena bukan mereka yang telah menciptakan semua itu.  Mereka tidak mampu menciptakan bahkan satu saja dari semua itu.  Lebih jauh, mereka tidak dapat mencegah semua itu dari kepunahan.  Mereka sendiri adalah makhluk yang diciptakan… Suatu hari, mereka pasti kan mencicipi kematian, meninggalkan di belakang semua yang menjadi milik kehidupan ini.  Kesadaran akan ayat, “Sesungguhnya orang-orang itu menyukai kehidupan yang dekat (di dunia), dan mereka abaikan di belakang mereka hari yang berat.”  (QS Al-Insan, 76: 27)  adalah apa yang membedakan mereka yang beriman sempurna dengan mereka yang hidup dalam kelalaian.  Mereka yang beriman sempurna mempersiapkan diri bagi kehidupan selanjutnya, bukan yang satu di dunia ini.  Qur'an mencatat doa orang-orang ini:

Dan di antara mereka ada orang yang mendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.”  (QS Al-Baqarah, 2: 201)

Sebagai ganjaran bagi perilaku dan doa tulus mereka, Allah memberi mereka nikmat baik di dunia maupun di akhirat.  Allah memberikan kabar gembira tentang hal ini dalam Qur'an sebagai berikut:

Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat.  Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.  (QS Al-Imran, 3: 148)

Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (di dalam kehidupan) di akhirat.  Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah.  Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.  (QS Yunus, 10: 64)

KEMATIAN, MENURUT AL QUR'AN DAN HADITS

  1. Kematian bersifat memaksa dan siap menghampiri manusia walaupun kita berusaha menghindarkan resiko-resiko kematian. "Katakanlah: Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu ke luar (juga) ke tempat mereka terbunuh”. Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati. (QS Ali Imran, 3:154) 
  2. Kematian akan mengejar siapapun meskipun ia berlindung di balik benteng yang kokoh atau berlindung di balik teknologi kedokteran yang canggih serta ratusan dokter terbaik yang ada di muka bumi ini. "Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: “Ini adalah dari sisi Allah”, dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: “Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)”. Katakanlah: “Semuanya (datang) dari sisi Allah”. Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun?" (QS An-Nisa 4:78) 
  3. Kematian akan mengejar siapapun walaupun ia lari menghindar. "Katakanlah: Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (QS al-Jumu’ah, 62:8) 
  4. Kematian datang secara tiba-tiba. "Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS, Luqman 31:34) 
Kematian telah ditentukan waktunya, tidak dapat ditunda atau dipercepat "Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS, Al-Munafiqun, 63:11)
DAHSYATNYA RASA SAKIT SAAT SAKARATUL MAUT 
   Sabda Rasulullah SAW: “Sakaratul maut itu sakitnya sama dengan tusukan tiga ratus pedang” (HR Tirmidzi) Sabda Rasulullah SAW: “Kematian yang paling ringan ibarat sebatang pohon penuh duri yang menancap di selembar kain sutera. Apakah batang pohon duri itu dapat diambil tanpa membawa serta bagian kain sutera yang tersobek ?” (HR Bukhari) Atsar (pendapat) para sahabat Rasulullah SAW; Ka’b al-Ahbar berpendapat: “Sakaratul maut ibarat sebatang pohon berduri yang dimasukkan kedalam perut seseorang. Lalu, seorang lelaki menariknya dengan sekuat-kuatnya sehingga ranting itupun membawa semua bagian tubuh yang menyangkut padanya dan meninggalkan yang tersisa”. Imam Ghozali berpendapat: “Rasa sakit yang dirasakan selama sakaratul maut menghujam jiwa dan menyebar ke seluruh anggota tubuh sehingga bagian orang yang sedang sekarat merasakan dirinya ditarik-tarik dan dicerabut dari setiap urat nadi, urat syaraf, persendian, dari setiap akar rambut dan kulit kepala hingga kaki”. Imam Ghozali juga mengutip suatu riwayat ketika sekelompok Bani Israil yang sedang melewati sebuah pekuburan berdoa pada Allah SWT agar Ia menghidupkan satu mayat dari pekuburan itu sehingga mereka bisa mengetahui gambaran sakaratul maut. Dengan izin Allah melalui suatu cara tiba-tiba mereka dihadapkan pada seorang pria yang muncul dari salah satu kuburan. “Wahai manusia,” kata pria tersebut. “Apa yang kalian kehendaki dariku? Limapuluh tahun yang lalu aku mengalami kematian, namun hingga kini rasa perih bekas sakaratul maut itu belum juga hilang dariku!” Proses sakaratul maut bisa memakan waktu yang berbeda untuk setiap orang, dan tidak dapat dihitung dalam ukuran detik seperti hitungan waktu dunia ketika kita menyaksikan detik-detik terakhir kematian seseorang. Mustafa Kemal Attaturk, bapak modernisasi (sekularisasi) Turki, yang mengganti Turki dari negara bersyariat Islam menjadi negara sekular, dikabarkan mengalami proses sakaratul maut selama 6 bulan (walau tampak dunianya hanya beberapa detik), seperti dilaporkan oleh salah satu keturunannya melalui sebuah mimpi. Rasa sakit sakaratul maut dialami setiap manusia, dengan berbagai macam tingkat rasa sakit, ini tidak terkait dengan tingkat keimanan atau kedzaliman seseorang selama ia hidup. Sebuah riwayat bahkan mengatakan bahwa rasa sakit sakaratul maut merupakan suatu proses pengurangan kadar siksaan akhirat kita kelak. Demikianlah rencana Allah. Wallahu a’lam bis shawab. SAKARATUL MAUT ORANG-ORANG DZALIM
Imam Ghozali mengutip sebuah riwayat yang menceritakan tentang keinginan Ibrahim as untuk melihat wajah Malaikatul Maut ketika mencabut nyawa orang dzalim. Allah SWT pun memperlihatkan gambaran perupaan Malaikatul Maut sebagai seorang pria besar berkulit legam, rambut berdiri, berbau busuk, memiliki dua mata, satu didepan satu dibelakang, mengenakan pakaian serba hitam, sangat menakutkan, dari mulutnya keluar jilatan api, ketika melihatnya Ibrahim as pun pingsan tak sadarkan diri. Setelah sadar Ibrahim as pun berkata bahwa dengan memandang wajah Malaikatul Maut rasanya sudah cukup bagi seorang pelaku kejahatan untuk menerima ganjaran hukuman kejahatannya, padahal hukuman akhirat Allah jauh lebih dahsyat dari itu. Kisah ini menggambarkan bahwa melihat wajah Malakatul Maut saja sudah menakutkan apalagi ketika sang Malaikat mulai menyentuh tubuh kita, menarik paksa roh dari tubuh kita, kemudian mulai menghentak-hentak tubuh kita agar roh (yang masih cinta dunia dan enggan meninggalkan dunia) lepas dari tubuh kita ibarat melepas akar serabut-serabut baja yang tertanam sangat dalam di tanah yang terbuat dari timah keras. Itulah wajah Malaikatul Maut yang akan mendatangi kita kelak dan memisahkan roh dari tubuh kita. Itulah wajah yang seandainya kita melihatnya dalam mimpi sekalipun maka kita tidak akan pernah lagi bisa tertawa dan merasakan kegembiraan sepanjang sisa hidup kita. "Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratulmaut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu”. Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya." (QS Al-An’am 6:93) "(Yaitu) orang-orang yang dimatikan oleh para malaikat dalam keadaan berbuat lalim kepada diri mereka sendiri, lalu mereka menyerah diri (sambil berkata); “Kami sekali-kali tidak mengerjakan sesuatu kejahatan pun”. (Malaikat menjawab): “Ada, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kamu kerjakan”. Maka masukilah pintu-pintu neraka Jahanam, kamu kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu." (QS, An-Nahl, 16 : 28-29) Di akhir sakaratul maut, seorang manusia akan diperlihatkan padanya wajah dua Malaikat Pencatat Amal. Kepada orang dzalim, si malaikat akan berkata, “Semoga Allah tidak memberimu balasan yang baik, engkaulah yang membuat kami terpaksa hadir di tengah-tengah perbuatan kejimu, dan membuat kami hadir menyaksikan perbuatan burukmu, memaksa kami mendengar ucapan-ucapan burukmu. Semoga Allah tidak memberimu balasan yang baik!“ Ketika itulah orang yang sekarat itu menatap lesu ke arah kedua malaikat itu. Ketika sakaratul maut hampir selesai, dimana tenaga mereka telah hilang dan roh mulai merayap keluar dari jasad mereka, maka tibalah saatnya Malaikatul Maut mengabarkan padanya rumahnya kelak di akhirat. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Tak seorangpun diantara kalian yang akan meninggalkan dunia ini kecuali telah diberikan tempat kembalinya dan diperlihatkan padanya tempatnya di surga atau di neraka”. Dan inilah ucapan malaikat ketika menunjukkan rumah akhirat seorang dzalim di neraka, “Wahai musuh Allah, itulah rumahmu kelak, bersiaplah engkau merasakan siksa neraka”. Naudzu bila min dzalik!
SAKARATUL MAUT ORANG-ORANGYANG BERTAQWA 
Sebaliknya Imam Ghozali mengatakan bahwa orang beriman akan melihat rupa Malaikatul Maut sebagai pemuda tampan, berpakaian indah dan menyebarkan wangi yang sangat harum. Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: “Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?” Mereka menjawab: “(Allah telah menurunkan) kebaikan”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa, (yaitu) surga Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): “Assalamu alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan”. (QS, An-Nahl, 16 : 30-31-32) Dan saat terakhir sakaratul mautnya, malaikatpun akan menunjukkan surga yang akan menjadi rumahnya kelak di akhirat, dan berkata padanya, “Bergembiaralah, wahai sahabat Allah, itulah rumahmu kelak, bergembiralah dalam masa-masa menunggumu”. Wallahu a’lam bish-shawab. Semoga kita yang masih hidup dapat selalu dikaruniai hidayah-Nya, berada dalam jalan yang benar, selalu istiqomah dalam keimanan, dan termasuk umat yang dimudahkan-Nya, selama hidup di dunia, di akhir hidup, ketika sakaratul maut, di alam barzakh, di Padang Mahsyar, di jembatan jembatan Sirath-al mustaqim, dan seterusnya. Allahumma Amin.

IMAN KEPADA ALLAH MEREKA YANG BERIMAN SEMPURNA

IMAN KEPADA ALLAH MEREKA YANG BERIMAN SEMPURNA Mereka takut kepada Allah “… mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya.” (QS Al-Anbiya, 21: 28) Mereka yang beriman sempurna yang meresapi keagungan, kekuatan dan kebijaksanaan abadi Allah, merasakan “takut penuh hormat” kepada Tuhan kita. Dengan selalu mengingat ayat Qur'an, “Maka, bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu…” (QS Al-Taghabun, 64: 16), mereka tidak menetapkan batas bagi ketakutan mereka. Setiap peristiwa yang mereka temui, semua yang mereka lihat di sekeliling, menarik mereka mendekat kepada Allah dan memperdalam keimanan dan juga ketakutan mereka. Ketakutan mendalam seperti itu memastikan derajat tertinggi perhatian diberikan kepada penaatan batasan-batasan yang ditetapkan Allah. Tingkatan penaatan ini mewujud dalam perhatian seksama pada kepatuhan akan semua perintah dan anjuran Allah dan penghindaran ketat hal-hal yang dilarangNya. Sikap orang yang beriman sempurna ini dirujuk dalam ayat berikut: “Mereka takut kepada Tuhan mereka yang berkuasa atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka).” (QS Al-Nahl, 16: 50) Dalam Qur'an, Allah memberikan contoh yang akan membantu kita meraih pemahaman yang lebih baik akan hal-hal ini, dan menarik perhatian kita kepada macam ketakutan yang paling diridaiNya: “Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qu'ran kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” (QS Al-Hasyr, 59: 21) Sebagaimana dikatakan ayat di atas, ketakutan orang yang beriman mendalam kepada Allah itu kuat dan dalam. Ketakutan kepada Allah yang sangat kuat dirasakan mereka yang beriman sempurna sama sekali tidak menekan sebagaimana ketakutan palsu yang dialami mereka yang hidup tidak dengan nilai-nilai Qur'an. Ketakutan itu jenis ketakutan yang didasarkan pada penghormatan akbar dan cinta mendalam yang menyebabkan mukmin bersetia kepada Allah, Pencipta dirinya. Ini ketakutan yang memberi manusia semangat, kegembiraan, dan ketabahan. Ini, lebih lagi, jenis ketakutan yang membuat manusia menghindari perbuatan apa pun yang tidak disukai Allah. Ini ketakutan yang menghentak mukmin agar terlibat dalam perbuatan baik, mengilhaminya dengan akhlak mulia yang dianjurkan Islam dan karena itu, merupakan perasaan yang memberikan “kepuasan batiniah”. Ketakutan ini dapat dirasakan hanya melalui cinta mendalam yang dimiliki orang kepada Allah. Mereka yang beriman mencintai Allah sebanyak mereka takut kepadaNya. Kedua sikap ini bersanding bersisian di hati mukmin dan menetap sebagai dua tanda penting iman yang sempurna. Apa yang membuat mereka yang beriman sempurna takut kepada Tuhannya adalah penghargaan selayaknya mereka kepadaNya. Allah itu al-Qahhar (Maha Penakluk, Dia Yang, dengan Kekuatannya, mengalahkan apa pun yang Dia ciptakan dengan Kekuasaan dan KekuatanNya), al-Mu'adhdhib (Penyiksa), al-Muntaqim (Pembalas), as-Sa’iq (Dia Yang mendorong ke neraka), al-Muthil (Dia Yang merendahkan atau memperhinakan siapa pun yang Dia kehendaki). Mukmin, yang sadar akan sifat-sifat Allah ini, mengetahui bahwa Dia dapat menimpakan bentuk hukuman apa saja kepada siapa saja kapan pun Dia kehendaki. Mereka sadar bahwa hanya mereka yang menjalankan kewajiban dapat diselamatkan dari hukuman ini. Karena alasan ini, mereka takut tidak kepada siapapun kecuali Allah, Yang Maha Kuat. Mereka mencintai Allah lebih daripada siapa pun dan apa pun “… mereka menjawab: ‘Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.’” (QS Al-Imran, 3: 173) Cinta mereka yang beriman sempurna sekuat ketakutan yang mereka miliki kepadaNya. Mereka mengetahui bahwa Allah Dialah Yang telah menciptakan mereka dari ketiadaan dan mengaruniai mereka tak terhitung nikmat. Mereka juga sadar bahwa Dia menyaksikan dan melindungi mereka setiap saat. Mereka percaya bahwa semua makhluk hidup mewujud hanya atas izinNya, dan suatu hari semuanya akan musnah atas kehendakNya. Mereka mengetahui bahwa Dia satu-satunya Wujud Yang ada untuk selamanya. Setelah meresapi kenyataan ini, mereka mengarahkan semua cinta kepada Allah, Pencipta dan Pemilik mereka sesuai dengan bimbingan Rasulullah SAW, “Cintailah Allah karena Dia memelihara dan merawatmu … “ (Tirmidzi). Mereka mencintai Allah lebih daripada siapa pun atau apa pun yang mereka lihat, ketahui, atau mengerti. Mereka sadar bahwa tidak ada sahabat atau penolong yang lebih baik daripada Allah, “… adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (QS Al-Anfal, 8: 40) Dalam doa Nabi Ibrahim AS, seorang mukmin yang taat, kesadaran ini sangatlah gamblang: (Yaitu Tuhan) Yang telah menciptakanku, maka Dialah yang menunjukiku. Dan Tuhanku, Dia Yang memberi makan dan minum kepadaku. Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku. Dan Yang akan mematikanku, kemudian akan menghidupkanku (kembali). Dan yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat. (Ibrahim berdoa): ‘Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmat dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh.’” (QS Al-Syu`ara, 26: 78-83) Sebagaimana dikatakan ayat, Nabi Ibrahim AS amat sadar bahwa Allah Yang memberinya nyawa, mengendalikan semua peristiwa di bumi, memberinya makan, menyebabkan sakit dan menciptakan cara-cara penyembuhan, dan bahwa Dia Penguasa tunggal bumi. Jadi, beliau terikat kepadaNya dengan cinta. Inilah jenis cinta yang dirasakan kepada Allah yang dijadikan teladan oleh mereka yang beriman sempurna. Cinta yang dimiliki mereka yang beriman sempurna kepada makhluk ciptaan lainnya berkaitan erat dengan cinta yang mereka miliki kepada Allah. Syarat untuk mencintai orang bergantung pada sejauh mana mereka memperlihatkan akhlak mulia yang menyenangkan Allah. Mukmin memelihara cinta agung bagi mereka yang memperhatikan perintah dan larangan Allah dan berjuang keras untuk hidup menurut acuan akhlak mulia. Alasan utama mengapa mereka mengasihi orang-orang ini adalah cinta mendalam yang mereka rasakan kepada Allah dan janji mereka mengangkatNya sebagai satu-satunya sahabat. Keimanan sejati membuat mukmin secara murni meresapi semua keindahan, kebijaksanaan, dan kepiawaian di dunia ini milik Allah. Misalnya, ketika menemui orang yang elok, bijaksana, dan berbakat, mukmin memperoleh kegembiraan besar dari semua sifat ini, teringat bahwa Allah Pencipta dan Pemberi semua sifat ini. Karena alasan ini, kegembiraan yang mereka peroleh dalam sifat-sifat ini bukanlah kegembiraan yang terlepas dan jauh dari cinta yang mereka rasakan kepada Allah. Sebaliknya, inilah sumber cinta dan penghormatan akbar kepada Allah. Mereka yang tidak beriman mendalam tidak memiliki cinta agung kepada Allah. Dalam kenyataannya, mereka ini mengetahui bahwa Allah Yang memberi mereka kehidupan, menjaga mereka setiap saat, menganugerahkan kepada mereka tak terhitung nikmat dan mengampuni mereka. Akan tetapi, dalam bagian terbesar kehidupan, mereka melupakan kenyataan sederhana ini atau sekedar mengabaikannya. Mengira makhluk-makhluk hidup yang Allah ciptakan memiliki kekuatan yang terlepas dariNya, mereka merasakan cinta terpisah kepada makhluk-makhluk ciptaan ini. Dalam Qur'an, keadaan mereka ini dikatakan sebagai berikut: Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah… (QS Al-Baqarah, 2: 165) Dalam ayat lain, perbedaan antara mereka ini dan mereka yang beriman sempurna dijelaskan sebagai berikut: Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) ke cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya ke kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal didalamnya. (QS Al-Baqarah, 2: 257) Mereka tidak mengangkat tuhan-tuhan lain selain Allah. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun denganKu. (QS Al-Nur, 24: 55) Keimanan mereka yang beriman sempurna adalah sebuah pedoman kuat yang berdasarkan pada kebijaksanaan dan nurani. Dalam kata-kata Qur'an, “.. orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya kemudian mereka tidak ragu-ragu..” (QS Al-Hujurat, 49: 15) Karena memiliki pemahaman penuh atas kekuatan dan keagungan Allah, mereka tegas sejak awal bahwa tiada tuhan yang menyamai atau menyerupaiNya. Dalam Qur'an, satu-satunya panduan bagi mukmin, Allah mengatakan kenyataan ini sebagai berikut: Allah tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhlukNya); tidak mengantuk dan tidak tidur. KepunyaanNya apa yang ada di langit dan di bumi. Siapakah yang patut memberi syafaat di sisi Allah tanpa izinNya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendakiNya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS Al-Baqarah, 2: 255) Di samping ini, sebagian orang, sekalipun mempercayai keberadaan Allah, juga menganggap beberapa makhluk hidup duniawi memiliki kekuatan yang terlepas dan terpisah dari Allah dan mengangkat mereka, dalam pengertian tertentu, sebagai “berhala”. Karena itu, kita tidak boleh membatasi gagasan tentang “berhala” ke sebentuk pahatan batu atau kayu, atau tuhan-tuhan tiruan yang diolah oleh agama-agama palsu. Sekarang ini, ada banyak benda yang kasatmata maupun tidak yang tidak disebut berhala, namun diperlakukan sedemikian. Upaya apa pun dari seseorang untuk menyenangkan makhluk selain Allah – menganggap makhluk itu mampu membantunya dan mengubah arah hidupnya menuruti keinginan makhluk itu – dapat digambarkan sebagai memperlakukan makhluk itu seperti “sebuah berhala”. Sebagian orang, misalnya, bermaksud memperoleh uang, kecantikan, kehormatan, karir atau melampiaskan hawa nafsunya. Orang-orang semacam itu mengabaikan bekerja ke arah meraih rida Allah, yang seharusnya sebaiknya menjadi tujuan utama mereka. Merekalah orang-orang yang mengangkat tuhan-tuhan selain Allah. Inilah perkara pada mana sifat pembeda orang-orang yang beriman sempurna menjadi paling nampak. Hal itu karena, tidak seperti orang-orang yang tersebut di atas, orang-orang yang beriman sempurna menegaskan dengan hati dan sepenuh kehidupan bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Mereka berpaling kepadanya dan tidak mengangkat sekutu bagiNya, jadi, “memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama.” (QS Al-Zumar, 39: 11) Allah menggambarkan hamba-hambaNya yang tulus sebagai: Orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka, mereka itu bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar. (QS A-Nisa, 4: 146)